Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iklan Navigasi Header

Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Aqdliyah 2

 بسم الله الرحمن الرحيم

- Lanjutan part pertama –  2. Penyamarataan dalam pengungkapan

- Lanjutan Part pertama –

2. Penyamarataan dalam pengungkapan
Jadi, si Qodli tidak boleh (hanya) mendengarkan perkataan satu pihak; tanpa (mendengarkan) pihak lain

3. Penyamarataan dalam pengawasan
Sehingga si Qodli tidak boleh mengawasi satu pihak; tanpa (mengawasi) pihak yang lain

Bagi Qodli tidak diperbolehkan menerima (balasan) hadiah dari rekan kerjanya, apabila hadiah (diterima) dalam rangka selain tugas (dan diterima) dari orang lain yang bukan rekan kerjanya; maka hadiah tidak Haram untuk diterima menurut Qoul Ashoh. Dan jika si Qodli diberi hadiah oleh orang yang posisi kekuasaannya setara dengan si Qodli dan (memiliki) riwayat sengketa; sedangkan orang tersebut tidak terbiasa memberi hadiah sebelumnya, maka bagi Qodli tidak diperbolehkan menerima hadiah tersebut.

Si Qodli dimakruhkan memutuskan sesuatu dalam 10  kondisi :

Dibeberapa naskah uraiannya menggunakan “أحوال

1. Ketika marah

Disebagian manuskrip uraiannya  berbunyi; في الغضاب. Beberapa ulama pernah mengatakan “Apabila rasa marah menyebabkan si Qodli keluar dari kondisi stabil [tenang]; maka si Qodli tidak diperbolehkan memutuskan suatu kebijakan, jika demikian kasusnya

2. Lapar dan terlalu kenyang

3. Haus

4. Syahwat berlebihan

5. Gelisah

6. Terlalu senang

7. Penyakit yang menyakitkan

8. Menahan pipis dan berak

9. Ngantuk

10. Kepanasan dan  kedinginan

Kesimpulan 10 hal (diatas) ini dan lainnya [memang tidak disebutkan Mushonif] adalah “Bagi Qodli dimakruhkan memutuskan sesuatu saat dalam kondisi yang (dapat) memperjelek budi pekertinya si Qodli, dan jika si Qodli (terlanjur) memutuskan suatu kebijakan saat dalam kondisi yang telah lewat; maka keputusan si Qodli (tetap) berlaku (namun) disertai kemakruhan.
Qodli tidak diperkenankan mengajukan pertanyaan kepada Mudda’a Alaih [terdakwa] ketika kedua pihak sudah duduk dihadapannya
Qodli tidak diperkenankan mengajukan pertanyaan kepada Mudda’a Alaih [terdakwa] ketika kedua pihak sudah duduk dihadapannya; kecuali setelah Mudda’i [yang mendakwa] setelah dakwaannya yang sah sudah selesai, ketika demikan [saat Mudda’i selesai mengatakan dakwaannya yang sah]; Qodli berkata kepada Mudda’a Alaih “Keluarkan [ucapkan] dakwaannya! [pihak yang lain]”.

Apabila si Mudda’a Alaih telah mengakui apa yang telah didakwakan kepadanya; maka Mudda’a Alaih harus memenuhi apa yang telah diakuinya dan setelah pengakuan; tidak ada manfaat [tidak berlaku lagi] bagi Mudda’a Alaih untuk Ruju’ [membatalkan], jika Mudda’a Alaih mengingkari apa yang telah didakwakan kepadanya; maka Qodli harus mengatakan kepada Mudda’i “Apakah kamu punya saksi disamping sumpahmu”, jikalau (bukti) kebenaran ada pada seorang saksi dan sumpah.

Si Qodli hanya berhak menyumpahi Mudda’a Alaih setelah sebelumnya Mudda’i meminta Qodli untuk menyumpahi Mudda’a Alaih dan dibeberapa manuskrip berbunyi لا يستخلفه. Dan si Qodli tidak boleh menuntun dan (tidak boleh) berkata kepada salah satu (dari) kedua pihak yang berselisih “Katakanlah begini...begini” dan “katakanlah begini...begitu”.

Adapun Istifsarnya [penjelasan] pihak yang berselisih; maka diperbolehkan, seumpama seseorang mendakwa suatu kasus pembunuhan (yang didalangi) oleh orang lain; maka si Qodli berkata kepada Mudda’i “Dia membunuh secara sengaja atau tidak sengajanya”.

Qodli tidak diperbolehkan mengajari pihak yang berselisih bagaimana cara mendakwa, masalah ini tidak disebutkan disebagian manuskrip Matan. Si Qodli tidak boleh mempersulit saksi; misalkan si Qodli berkata kepada saksi “Bagaimana kamu menanggung [bersaksi]” dan “Mungkin kamu tidak bersaksi”.


Qodli hanya boleh menerima persaksian (dari) seseorang yang adil
Qodli hanya boleh menerima persaksian (dari) seseorang yang adil, jikalau si Qodli sudah mengetahui adilnya seorang saksi; maka si Qodli bisa merealisasikan [maksudnya diterima] persaksiannya saksi tersebut atau (jika) si Qodli sudah mengetahui Fasiknya saksi tersebut; maka persaksiannya ditolak. 

Bila si Qodli tidak mengetahui adil dan Fasiknya saksi tersebut; maka Qodli harus meminta (bukti) Tazkiyah [semacam testimoni positif] dari saksi. Tazkiyah tidak cukup dengan ucapan Mudda’a Alaih “Orang yang bersaksi kepada saya [bahwa saya bersalah] adalah orang yang adil”; namun harus menghadirkan orang yang bersaksi bahwa saksinya (adalah orang yang) adil dihadapan Qodli lalu berkata “Saya bersaksi bahwa saksinya adalah orang yang adil”. 

Muzakki [orang yang memberikan Tazkiyah] harus memenuhi beberapa ketentuan; seperti adil, tidak ada konflik dan lainnya, disamping itu; Muzakki harus mengetahui penyebab konflik, berbuat adil dan paham tabiatnya orang yang diluruskan oleh Muzakki; sebab (berstatus) teman, tetangga atau rekan kerja. 

Dan si Qodli tidak boleh menerima persaksiannya musuh kepada musuh, maksud dari musuhnya seseorang adalah orang dibenci oleh orang lain, dan persaksiannya orang tua keatas [kakek, buyut dst] untuk anaknya kebawah [cucu, cicit dst] tidak boleh diterima oleh Qodli. Dibeberapa naskah berbunyi; لمولوده, dan (tidak diterima juga) persaksiannya anak kepada orang tuanya keatas. Adapun persaksian untuk anak atau orangtua; maka bisa diterima.
Surat keputusan hukum seorang Qodli kepada Qodli yang lain tidak bisa diterima
Surat keputusan hukum seorang Qodli kepada Qodli yang lain tidak bisa diterima; kecuali setelah (ada) 2 orang saksi (yang) menyaksikan Qodli yang menyurati dihadapan Qodli yang disurati.

Mushonif memperjelas keterangan (diatas) tersebut bahwasanya; apabila seseorang mendakwa orang lain yang tidak hadir [dinegaranya / dimajlis] sebab (kasus) harta dan harta tersebut ada pada Mudda’i, jika hartanya ada; maka si Qodli harus membayarkannya (diambil) dari harta yang ada tersebut, dan jika hartanya tidak ada dan Mudda’i meminta masalah diselesaikan kepada Qodli di daerahnya orang yang tidak hadir; maka si Qodli harus mengabulkan permintaan Mudda’i untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Para pengikut (Imam Syafi’i) mengartikan “menyelesaikan masalah” demikian; Qodli daerahnya orang yang hadir menyaksikan 2 orang yang adil dengan memutuskan harta yang tidak ada oleh si Qodli.

Caranya menyurati adalah demikian;

“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, dihadapan kita telah hadir saudara Zaid, dan telah mendakwa Amr yang tidak hadir dan bermukim di daerahmu sebab (kasus) harta (jenis atau model ini), dan telah mendatangkan 2 saksi; yaitu Umar dan Usman dan keduanya [Umar dan Usman] sudah diadili dihadapan saya, dan saya telah menyumpai si Mudda’i [Zaid] dan menghukumnya dengan harta, dan saya sudah bersaksi dengan menyurati Umar dan Usman”

Dalam surat persaksian dan kebijakan harus terlihat adil [sah] dihadapan Qodli yang disurati, adilnya [sahnya] surat tidak bisa dengan pengesahannya Qodli yang menyurati.

Wallahua’lam

Mohon koreksi bila perlu

Post a Comment for "Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Aqdliyah 2"