Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iklan Navigasi Header

Fathul Qorib Awal dan terjemah | Mashul Khuffain

 بسم الله الرحمن الرحيم
Fasal  Mengusap dua Muzah diperbolehkan pada Wudlu'; (Namun tidak diperbolehkan) pada mandi wajib atau mandi Sunnah dan (tidak diperbolehkan saat) menghilangkan najis.
Fasal
Mengusap dua Muzah diperbolehkan pada Wudlu'; (Namun tidak diperbolehkan) pada mandi wajib atau mandi Sunnah dan (tidak diperbolehkan saat) menghilangkan najis.
Jika seseorang Junub atau kakiknya berdarah; kemudian hendak melakukan pengusapan sebagai ganti dari pembasuhan kaki, maka tidak cukup alias tidak sah. Jadi (kakinya tetap) harus dibasuh.
Muzah

Uraian Mushonif  yang berbunyi "Jaiz/diperbolehkan" mengisyaratkan bahwasannya 'membasuh kedua kaki itu lebih utama daripada mengusap.'

Mengusap diperbolehkan pada dua Muzah, (Namun tidak diperbolehkan) pada salah satunya saja; Kecuali bagi orang yang tidak mempunyai kaki. - Kakinya cuma satu -

Dengan 3 ketentuan :

1. Pemakaian Muzah dilakukan setelah bersuci secara sempurna
Oleh karena itu jika seseorang membasuh kaki yang satu (kanan) kemudian dipasangkan Muzah, lalu kaki yang satu (lagi{kiri}) dibasuh kemudian dipasangkan Muzah, maka tidak mencukupi alias tidak sah.

Semisal seseorang memakai dua Muzah setelah bersuci secara sempurna kemudian dia hadats, Namun (hadatsnya) sebelum kaki masuk sepenuhnya kedalam (telapak) Muzah Maka tidak dicukupkan (tidak sah).

 2. Kedua Muzah harus menutupi bagian yang wajib dibasuh ketika Wudlu' yaitu kaki dan kedua mata kaki.
Jika kedua Muzah dibawah mata kaki / tidak menutupi mata kaki seperti sandal, maka tidak sah untuk diusap. Adapun yang dimaksud dengan 'Satir' dibab ini; adalah benda yang sekedar mengahalangi / membatasi; bukan (benda) yang menghalangi penglihatan mata. Dan penutupan ini meliputi semua sisi, bukan (sisi) atasnya.

- Jadi kalau bagian atasnya ada sedikit celah; tidak masalah; tetap sah -


3. Kedua Muzah mudah digunakan oleh orang Musafir 
Dikarenakan banyaknya kebutuhan mereka seperti berhenti dan berjalan.

Dan dari uraian Mushonif  (tadi) bisa diambil kesimpulan bahwa 'kedua Muzah harus kuat'. 'kuat' dalam artian tidak meresap (red:rembes) air. Disyaratkan juga; kedua Muzahnya harus suci.
Apabila ada seseorang mengenakan Muzah di atas Muzah (red:rangkepan) karena (cuacanya) sangat dingin; semisal, Maka :  * Jika Muzah yang atas/luar layak untuk diusap; tanpa (mengusap) muzah yang bawah/dalam, maka cukup (sah) mengusap muzah yang luar.

Apabila ada seseorang mengenakan Muzah di atas Muzah (red:rangkepan) karena (cuacanya) sangat dingin; semisal, Maka :

* Jika Muzah yang atas / luar layak untuk diusap; tanpa (mengusap) muzah yang bawah / dalam, maka cukup (sah) mengusap muzah yang luar.

* Jika muzah yang bawah / dalam untuk diusap; tanpa (mengusap) muzah yang atas/luar, maka cukup (sah) mengusap yang dalam ATAU Yang diusap yang atas; kemudian basah basahnya merambat/menyebar ke muzah dalam, maka sah jika; yang diniati muzah dalam atau muzah dalam dan luar sekaligus. Tapi tidak sah jika yang diniati muzah atas saja.

Jika pengusapan muzah tidak diniati kesalah satu (diantara dua muzah{dalam dan luar}); melainkan diniati secara global/umum, maka menurut Qoul Ashoh dianggap sah.
Bagi orang Muqim (tidak bepergian) diperkenankan mengusap muzah selama sehari semalam. Dan bagi orang Musafir (bepergian) diperkenankan mengusap muzah selama 3 hari 3 malam. Baik pengusapannya dilakukan dimalam hari; atau (dilakukan) disiang hari.
Bagi orang Muqim (tidak bepergian) diperkenankan mengusap muzah selama sehari semalam. Dan bagi orang Musafir (bepergian) diperkenankan mengusap muzah selama 3 hari 3 malam. Baik pengusapannya dilakukan dimalam hari; atau (dilakukan) disiang hari.

Waktu awal dihitungnya mengusap muzah dimulai dari habisnya hadats setelah mengenakan kedua muzah secara sempurna

Jadi begini :
bersuci - pakai muzah - hadats - bersuci lagi - pakai muzah lagi (baru mulai dihitung)

Bukan dimulai dari hadatsnya, bukan (dimulai dari) mengusapnya, bukan (dimulai dari) memakai muzah.

Orang yang bepergian dalam rangka maksiat dan orang yang bepergian namun tidak mempunyai tujuan, (hanya) diperkenankan mengusap dengan cara mengusapnya orang yang muqim, yakni sehari semalam.

Orang yang hadatsnya berkepanjangan / terus menerus, jika setelah memakai muzah berhadats (tapi hadatsnya) selain hadatsnya yang berkepanjangan (tersebut) dan belum menunaikan sholat Fardlu, maka diperkenankan mengusap dan melaksanakan satu Fardlu dan beberapa kesunnahan, dengan catatan jika kesuciannya masih ada ketika mengenakan muzah.

- Untuk menunjang pemahaman, bisa dilihat kata kata yang berwarna -

Jika sebelum hadats دائم الحدث (orang yang Hadatsnya terus-terusan) sudah melaksanakan sholat Fardlu, maka diperkenankan mengusap dan menunaikan beberapa kesunahan saja. - tanpa Fardlu -

Jika seseorang mengusap muzah dalam keadaan muqim, kemudian dia bepergian ATAU
mengusap dalam keadann musafir kemudian dia dirumah dan belum lewat sehari semalam, maka diusap dengan caranya orang Muqim.

Dan 'cara' yang diwajibkan dalam mengusap muzah adalah 'cara' yang bisa dianggap sebagai 'mengusap', jika (yang dibasuh) luar muzah. Tidak cukup / tidak sah mengusap bagian dalam, belakang, pinggir, dan bawah muzah. Sunahnya mengusap adalah dengan cara melebarkan jari jari, bukan dengan cara dirapatkan.

Pengusapan kedua Muzah dianggap batal karena 3 faktor :

1. Melepas (secara sengaja) kedua muzah atau salah satunya, atau terlepas sendiri, atau keluar dari kelayakan, semisal (muzahnya) terbakar

2. Habisnya masa berlaku
Disebagian naskah redaksinya "Habisnya masa berlaku sehari semalam bagi orang muqim, dan 3 hari 3 malam bagi orang Musafir.

3. Mengalami hal hal yang menyebabkan wajibnya mandi (besar)
Seperti Junub, Haid, Nifas bagi pengguna Muzah


Wallahua'lam

Post a Comment for "Fathul Qorib Awal dan terjemah | Mashul Khuffain"