Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iklan Navigasi Header

Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ihya'ul Mawat

 بسم الله الرحمن الرحيم.

Fasal menerangkan hukum hukum Ihya'ul Mawat  Sebagaimana yang dikatakan Imam Rofi'i didalam kitab Syarh Shogir, Mawat adalah tanah tak bertuan dan tidak dimanfaatkan oleh orang.

Fasal menerangkan hukum hukum Ihya'ul Mawat

Sebagaimana yang dikatakan Imam Rofi'i didalam kitab Syarh Shogir, 'Mawat' adalah lahan tak bertuan dan tidak dimanfaatkan oleh orang.

Ihya'ul Mawat diperbolehkan dengan 2 ketentuan :

1. Muhyi (orang yang menghidupi tanah mati) adalah orang Islam

Jadi bagi Muhyi disunnahkan untuk menghidupkan lahan yang mati; baik sudah diberi izin oleh Imam atau belum (diizinkan), Ya Allah; kecuali lahan mati tersebut masih terikat dengan hak (kepemilikan); semisal seorang Imam menahan sebidang tanah dari lahan mati tersebut, kemudian sebidang tanah tersebut dihidupi oleh seseorang, maka orang tersebut tidak berhak memiliki tanah tersebut menurut Qoul Ashoh.

- Maksud 'Ya Allah' diatas adalah pembahasan setelahnya akan lebih rumit daripada pembahasan sebelumnya, seakan akan Mushonif memohon pertolongan kepada Allah [agar diberi kemudahan] -

Adapun kafir Dzimmi, Mu'ahad, dan Musta'man, mereka tidak memiliki hak menghidupkan (lahan mati), meskipun diizinkan oleh Imam.

2. Tanahnya merdeka dalam artian tidak ada kepemilikan orang Islam yang berlaku

Dibeberapa naskah redaksinya (hanya) berbunyi; أن تكون الأرض حرة.

Maksud dari uraian Mushonif tersebut adalah lahan yang (sebelumnya) pernah ramai (terurus), dan sekarang rusak (terbengkalai), maka lahan tersebut (tetap) menjadi pemiliknya; jikalau (agama) pemiliknya diketahui Muslim atau kafir Dzimmi. Dan lahan mati ini tidak bisa diambil kepemilikan dengan cara dihidupi.

Apabila pemilik lahan tersebut tidak diketahui, sementara lahan tersebut pernah ramai / terurus setelah terutusnya nabi, maka lahan (yang pernah) ramai tersebut adalah Mal Dloi' (harta yang disia siakan) dan urusannya diserahkan kepada putusan Imam; baik Mal Dloi' tersebut dilindungi (tanpa dijual), dijual, atau dijaga harganya (sampai pemiliknya ketahuan).

Jika lahan tersebut pernah ramai / terurus sebelum terutusnya nabi, maka lahan tersebut bisa diambil kepemilikan dengan cara dihidupi.

- 'pernah ramai' dalam artian pernah ada kehidupan manusia -


Metode penghidupan (lahan mati) adalah dengan cara meramaikan tanah yang dihidupi sesuai kebiasaan

Metode penghidupan (lahan mati) adalah dengan cara meramaikan tanah yang dihidupi sesuai kebiasaan. Dan metodenya berbeda beda sesuai dengan tujuan yang dikehendaki si Muhyi, Apabila si Muhyi ingin menghidupkan lahan mati tersebut dengan cara membangun rumah, maka disyaratkan lahan tersebut di dipagari dengan membangun tembok menggunakan material yang umumnya digunakan didaerah tersebut; seperti bata, batu, atau kayu. Dan disyaratkan juga lahan tersebut diberi atap dan dipasangi pintu.

Jika si Muhyi ingin menghidupi lahan mati tersebut dengan membuat sawah, maka dia harus mengumpulkan tanah disekitar lahan mati tersebut dan tanahnya diratakan dengan cara menyingkirkan tanah yang mencembung, dan tanah yang mencekung diisi dan dialirkan air dengan cara membuat irigasi; baik (dengan) sumur atau menggali saluran air, jika umumnya diairi dengan hujan (sering hujan), maka tidak perlu lagi dialirkan dengan air menurut Qoul Shohih.

Dan apabila Muhyi ingin membuat kebun, maka dia harus mengumpulkan tanah dan dibuatkan pagar disekeliling kebun; jika kebiasaannya memang begitu, selain dipagari; disyaratkan juga (lahannya) ditanam (terus menerus) menurut Madzhab (Syafi'i).
Dan perlu kalian tahu bahwa air khusus untuk orang (tertentu); secara mutlak tidak harus diberikan kepada binatang ternaknya orang lain. Air bisa diberikan dengan 3 ketentuan :  1. Airnya lebih dari cukup

Dan perlu kalian tahu bahwa air khusus untuk orang (tertentu); secara mutlak tidak harus diberikan kepada binatang ternaknya orang lain. Air bisa diberikan dengan 3 ketentuan :

1. Airnya lebih dari cukup

Lebih dari kecukupannya pemilik air itu sendiri. jika tidak cukup (pas-pasan), maka harus dimulai dari pemiliknya sendiri dan tidak harus diberikan kepada orang lain.

2. Dibutuhkan oleh orang lain 

Baik untuk dirinya sendiri atau untuk binatang ternaknya. (Wajibnya menyerahkan air) ini; jika ditempat tersebut memang terdapat rerumputan yang digunakan untuk mengembala binatang ternak, sementara tidak mungkin mengembala di tempat penggembalaan tanpa disiram air. - karena rumputnya harus rutin disirami agar subur -

Bagi pemilik air tidak diharuskan memberikan airnya untuk tanaman / pohonnya orang lain.

3. Air berada di tempat asalnya dan digilirpindahkan di sumur atau sumber mata air

Apabila air ini diambil di dalam wadah (ember DLL), maka airnya tidak harus diberikan menurut Qoul Shohih. Tatkala air harus diberikan, maka yang dimaksud 'air harus diberikan' adalah bisa menghadirkan binatang ternak ke (sekitar) sumur jika tidak merugikan tanaman atau binatang ternaknya pemilik air.

Jika hadirnya binatang ternak dapat merugikan pemilik air, maka binatang ternak tersebut tidak boleh dihadirkan (ke sumur) dan digembalakan oleh para pengembala (di tempat lain) dikutip dari Imam Mawardi. Ketika air harus diberikan, maka bagi pemilik air tidak boleh mengambil / menagih balasan (atas pemberian air tersebut) menurut Qoul Shohih.

Wallahua'lam

Post a Comment for "Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ihya'ul Mawat"