Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iklan Navigasi Header

Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Aqdliyah 1

 بسم الله الرحمن الرحيم
Fasal menerangkan beberapa ketentuan keputusan hukum dan persaksian
Fasal menerangkan beberapa ketentuan keputusan hukum dan persaksian

أقضية  adalah bentuk Jama’ dari قضاء; menurut bahasa artinya menghukumi sesuatu dan meneruskannya, sedangkan menurut istilah adalah memutus perselisihan diantara 2 kedua belah pihak yang saling berselisih dengan hukum Allah Ta’ala.

Lafad شهادات adalah bentuk Jama’nya شهادة bentuk Masdar dari شهد yang diambil dari شهود bermakna hadir. Qodlo’ [disini artinya orang yang berhak menghukumi] (hukumnya) Fardlu Kifayah, apabila Qodlo’ tertentu pada seseorang; maka orang tersebutlah (yang) harus membuat keputusan (hukum).

Hanya orang yang telah memenuhi 15 prasyarat yang boleh memutuskan suatu hukum :

1. Islam

Maka orang kafir tidak sah berkuasa; meskipun kepada orang kafir setaranya [meskipun yang konflik adalah orang kafir juga]. Imam Mawardi pernah berkata “Kebiasaan para penguasa mengangkat Ahlu Dzimmah [kafir Dzimmi] yang sudah berlaku adalah (hanya) penetapan menjadi kepala / pimpinan; bukan penetapan kebijakan hukum, dan pemimpin (yang) Ahlu Dzimmah tidak boleh menetapkan hukum; bahkan (tidak boleh) merealisasikannya”

- Intinya, Ahlu Dzimmah yang berstatus sebagai pemimpin hanya berperan sebagai kepala daerahnya saja dan mengurusi daerahnya sendiri; tidak boleh memutuskan suatu persengketaan -

2. Baligh

Maka, tidak ada kekuasaan bagi anak kecil dan orang gila yang permanen ataupun yang kambuh kambuh

3. Waras

Maka, tidak ada kekuasaan bagi orang gila yang 'ketidakwarasannya' sudah permanen ataupun yang kambuh kambuh

4. Merdeka

Tidak sah kekuasaannya budak seutuhnya ataupun sebagiannya [budak Muba'adl]
5. Laki laki  Maka, wanita dan Khuntsa tidak sah berkuasa
5. Laki laki

Maka, wanita dan Khuntsa tidak sah berkuasa. Kalau si Khuntsa diberi kekuasaan ketika belum jelas statusnya [laki atau perempuannya] dan memutuskan suatu kebijakan; lalu terlihat kelaki-lakiannya, maka kebijakannya tidak boleh dilanjutkan menurut Madzhab (Syafi’i)

6. Adil

Akan dijelaskan (nanti) di Fasal persaksian. Jadi orang Fasik tidak bisa berkuasa atas kasus yang Syubhat [belum jelas kebenarannya]

7. Mengetahui hukum hukum kitab [Al-Qur’an] dan Sunnah [Hadis]

Berdasarkan metode Ijtihad, dan tidak harus hafal ayat ayat hukum dan hadis hadis yang berkaitan dengan hukum diluar hati [diluar kepala] (red : nelotok). Pengecualian dari kriteria ‘hukum hukum’ adalah kisah kisah dan nasihat nasihat 


8. Mengetahui Ijma’

Yaitu kesepakatan pakar hukum dan menyimpulkan (hukum) terhadap suatu kasus [disebut dengan Mujtahid]. Dan tidak harus mengetahui satu persatu (hasil keputusan) Ijma’ dari sekian banyak (hasil) Ijma’; namun dalam suatu kasus yang difatwai atau dihukumi oleh Qodli; cukup dengan tidak melanggarnya (keputusan) Qodli terhadap Ijma’

9. Mengetahui perbedaan yang terjadi diantara ulama

10. Memahami cara berijtihad

Maksudnya paham betul mengenai metode / tatacara mencari landasan dari (sekian banyak) dalil dalil hukum
11. Mengetahui cabang literatur Arab dan Tafsir kitab Allah Ta’ala [Al Qur’an]
11. Mengetahui cabang literatur Arab dan Tafsir kitab Allah Ta’ala [Al Qur’an]

Meliputi bahasa, Shorof dan Nahwu

12. Bisa mendengar

Meskipun harus berteriak di kedua telinganya, sehingga kekuasaanya orang tuli (dianggap) tidak sah 

13. Bisa melihat

Jadi, orang buta tidak sah untuk berkuasa. Orang yang juling boleh (berkuasa); sebagaimana yang pernah dipaparkan Imam Rowyani.

14. Bisa menulis

Kemampuan menulis seorang Qodli yang diutarakan Mushonif (ini) adalah pendapat yang diunggulkan, namun Qoul Ashoh berbeda pendapat dengan Mushonif

15. Tergugah [tidak pelupa]

Maka, orang yang pelupa (dianggap) tidak sah berkuasa; sekiranya pertimbangan dan pemikirannya sudah tidak mumpuni karena tua, sakit atau yang lain
Tatkala Mushonif sudah menyelesaikan persyaratan (menjadi) Qodli, beliau beralih ke (pembahasan) tatakrama seorang Qodli lalu berkata;
Tatkala Mushonif sudah menyelesaikan persyaratan (menjadi) Qodli, beliau beralih ke (pembahasan) tatakrama seorang Qodli lalu berkata;

Si Qodli dianjurkan menetap di daerah (bagian) tengah suatu negara; dan disebagian naskah redaksinya berbunyi ”أن ينزل ”, jika (memang) batas wilayah negara tersebut luas, apabila (batas) negaranya kecil; maka si Qodli bisa menetap dimanapun yang dia inginkan, dengan catatan tempat (pilihannya) tersebut adalah tempat yang biasanya para petinggi menetap .

Dan si Qodli (hendaknya) menetap di daerah luas yang terjangkau oleh penduduk; sekiranya bisa dilihat oleh orang orang pribumi, pendatang, orang kuat [kaya] dan orang lemah [miskin]. Tempat menetap seorang Qodli harus terlindung dari panas dan dingin yang mengganggu; semisal saat musim panas berada di daerah berangin, dan saat musim hujan berada di daerah yang teduh. 

Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi, sebagian manuskrip menguraikannya dengan “... dan tidak ada penghalang disisi Qodli”. Jadi, bila si Qodli mengambil [menyewa atau semacamnya] seorang bodyguard atau (semacam) penyekat; maka (hal yang demikian) dimakruhkan.

Sang Qodli tidak boleh menyimpulkan suatu kebijakan didalam masjid, jika si Qodli memutuskan suatu kebijakan didalam masjid; maka dimakruhkan. Jikalau suatu konflik terjadi tepat saat si Qodli berada di masjid untuk (melaksankan) Sholat atau yang lain; maka tidak dimakruhkan menyelesaikan konflik didalam masjid; begitu juga [tidak Makruh] seumpama penetapan suatu kebijakan perlu dilaksanakan didalam Masjid karena Udzur; seperti hujan dan semacamnya.

Qodli harus menyetarakan diantara kedua pihak yang berselisih dalam 3 aspek :

1. Penyamarataan tempat duduk
Jadi, si Qodli harus menempatkan kedua pihak yang berselisih dihadapannya; jika keduanya sama sama mulia, orang Muslim harus ditempatkan (lebih) istimewa daripada kafir Dzimmi

2. Lanjutannya di part 2 ya ...

Wallahua’lam

Post a Comment for "Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Aqdliyah 1"