Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iklan Navigasi Header

Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Itqi

 بسم الله الرحمن الرحيم
Kitab menjelaskan ketentuan ketentuan memerdekakan
Kitab menjelaskan ketentuan ketentuan memerdekakan 

Menurut Etimologi diambil dari ucapan orang orang Arab عتق الفرخُ [anak burung sudah terbang] artinya terbang dan hidup mandiri, sedangkan menurut Terminologi maksudnya adalah menghilangkan kepemilikan dari anak Adam; bukan diberikan kepada orang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala

Pengecualian dari ‘anak Adam’ adalah burung dan binatang ternak, maka keduanya tidak sah untuk dimerdekakan.

Memerdekakan budak disahkan bagi setiap Malik [orang yang berhak memiliki {Sayyid}] yang Mutlak Tasarruf kepemilikannya, oleh karena itu; memerdekakannya orang yang tidak Mutlak Tasarruf seperti anak kecil, orang gila dan orang Safih (dianggap) tidak sah.

Dibeberapa naskah uraiannya berbunyi; “memerdekakan budak bisa jatuh dengan lafad memerdekakan secara gamblang”, sedangkan disebagian naskah (yang lain) berbunyi; “ويقع العتق بصريح العتق”.

Dan perlu diketahui bahwa kalimat memerdekakan yang Shorih adalah الإعتاق dan تحرير dan yang tercetak dari kedua lafad tersebut; semisal عتيق أنت atau محرر أنت, dalam mengucapkan kalimat memerdekakan yang Shorih (ini) tidak ada bedanya antara orang yang bergurau ataupun yang tidak bergurau.

Termasuk kalimat memerdekakan yang Shorih adalah “فك الرقبة [melepas leher]”, dan kalimat memerdekakan yang Shorih tidak perlu niat (dalam hati). - Jadi harus benar benar serius –


Memerdekakan budak juga bisa jatuh dengan kalimat yang tidak Shorih [gamblang] sebagaimana yang telah dikatakan (Mushonif) dibawah ini; 

(Memerdekakan budak bisa jatuh dengan lafad memerdekakan) secara Kinayah disertai niat; semisal Sayyid berkata kepada budaknya “Saya sudah tidak ada hak memiliki kamu”, “Saya sudah tidak ada hak menguasai kamu” dan semacamnya.

Apabila seseorang yang Mutlak Tasarruf sudah memerdekakan sebagian (dari) budak laki laki, maka orang tersebut (secara otomatis) beresiko memerdekakan budak tersebut seutuhnya; baik si Sayyid tersebut adalah orang kaya ataupun tidak [tidak kaya], ditentukan [semisal tangannya saja] ataupun tidak [tidak ditentukan].

- Diatas ini adalah contoh budak yang dimiliki sendiri -

- Dibawah ini adalah contoh budak yang dimiliki bersama -

Dan apabila seseorang sudah memerdekakan bagiannya sendiri pada seorang budak; misalnya atau memerdekakan seluruh budak tersebut; sementara orang tersebut kaya dengan sisanya, maka status ‘merdeka’ merembet ke sisanya budak tersebut alias merdeka seutuhnya atau merembet ke bagian partnernya yang mampu untuk dibelinya menurut Qoul Shohih, dan ‘perembetan’ jatuh seketika itu juga [langsung] berdasarkan Qoul Adzhar, sedangkan berdasarkan Qoul Dlo’if; (perembetan) jatuh saat harganya sudah dibayarkan.
Yang dimaksud dengan ‘kaya’ bukan orang yang kaya (hartanya)
Yang dimaksud dengan ‘kaya’ bukan orang yang kaya raya (hartanya), tapi (maksudnya adalah) orang yang memiliki harta yang cukup (untuk membayar) bagian partnernya sewaktu memerdekakan dan lebih untuk (memenuhi) makanan pokoknya sendiri serta orang yang harus dinafkahi untuk sehari semalam, (lebih untuk memenuhi) jatah pakaian yang layak pakai, (lebih untuk memenuhi) tempat tinggal sehari harinya. Dan orang tersebut harus membayar harga bagian partnernya saat hari memerdekakan budak.

Barangsiapa memiliki [membeli budak] salah satu dari kedua orangtuanya [berstatus budak] atau (salah satu dari) anak anaknya; maka orang tersebut (secara otomatis) beresiko telah memerdekakan ‘salah satu’ tersebut setelah sebelumnya ‘salah satu kedua orangtua’ tersebut dimiliki (orang lain), baik pemilik [anaknya] tersebut adalah orang yang Ahli Tabarru’ [sah melakukan amal kesunnahan] ataupun tidak [tidak Ahli Tabarru’]; seperti anak kecil dan orang gila.

Wallahua’lam

Post a Comment for "Fathul Qorib Tsani dan terjemah | Ahkamul Itqi"